Label

Selasa, 25 Juli 2017

Share our inspiration

Berbagi inspirasi dari apa yang dibaca, didengar, dan didapatkan. Menjadi baik itu mudah bukan?
Saya tertular untuk berbagi inspirasi dari seseorang, harapannya saya juga bisa menularkan ke orang lain agar menjadi proyek amal yang tak terputuskan. Baik, kembali ke insiprasi hari ini. 

Sabtu lalu masih dalam momentum silaturahmi setelah lebaran, saya menghadiri halal bi halah dan kajian akbar PDM Muhammadiyah yang bertempat di IPHI Sukoharjo. Singkat cerita sampailah hingga kajian akbar, saya terkadang tidak mendengarkan seksama dari apa yang disampaikan penceramah, karena saya bukan tipe pendengar yang baik, tapi saya tetap berusaha untuk be a good listener.

Penceramah kali ini menceritakan tentang kisah ‘Sa’ad As Sulaim’ sang pengantin surga. Seorang tokoh pemuda diantara sahabat Rasul yang berasal dari keluarga bani Sulaim, namun ia berkulit hitam, pendek, dan tak memiliki rupa yang menawan hingga akhirnya keluarga menolak mereka.Suatu hari ia datang menghadap Rasulullah saw, “Ya Rasulallah, apakah hitamnya kulit dan buruknya wajahku dpt menghalangiku masuk surga?”.“Tidak, selama engkau yakin kepada Rabbmu dan membenarkan Rasul dan risalah yang dibawany” jawab Rasulullah saw.
Kemudian Julabib menegaskan,“Demi Allah, sesungguhnya aku bersaksi bahwa tiada ilah yg berhak disembah selain Allah & kau hamba & Rasul-Nya”. Akan tetapi “Ya Rasulullah, aku mencoba melamar wanita yang ada di sekitar sini & yang jauh dari sini, mereka semua menolakku.” keluh Julabib.

Lalu Rasulullah saw mengungkapkan, “Wahai kekasihku Julabib, Maukah engkau aku nikahkan dengan seorang wanita yang pandai dan cantik? Tahukah kau rumah Amr bin Wahb dari bani Tsaqif? Ia adalah org yang baru masuk Islam & memiliki putri yang pandai & cantik.” Jelas Rasul. Rasululullah terus melanjutkan, “Datanglah ke rumahnya dan katakan bahwa aku melamarkan putrinya untukmu”.

Dengan gembira Julabib ke rumah Amr bin Wahb ra. Setelah memberi salam ia berkata, “Betulkah Tuan yg bernama Amr bin Wahb dari bani Tsaqif?”
“Ya, betul” jawab Amr bin Wahb, “Siapa Anda? Dan apa keperluan Anda datang menemuiku?”
“Aku Sa’ad As-Sulami dari bani Sulaim, aku datang karena diutus oleh Rasulullah untuk melamar putrimu.” jawab Julabib. Keluarga Amr bin Wahb amat senang mendengar berita itu, karena ia mengira bahwa Rasulullah yang melamar putrinya. Maka Julabib pun menjelaskan, “Bukan begitu tuan tetapi beliau saw. memintamu untuk menikahkan aku dengan putrimu.” Amr bin Wahb pun terkejut dan berkata, “Kamu pasti berdusta!”. Mendengar ucapan yg keras, Julabib pergi dengan wajah murung menemui Rasulullah.

Sementara itu putri Amr bin Wahb yang mendengar percakapan berkata pada Ayahnya, “Hai Ayah, carilah selamat, carilah selamat! Jangan sampai Allah dan Rasul-Nya murka dan kau akan dipermalukan dengan turunnya ayat dari langit tentang perbuatanmu ini.” “Jika Allah dan Rasul-Nya rela aku menikah dengan orang itu, maka akupun rela menikah dengannya.” ucap putri Amr bin Wahb.

Amr bin Wahb pun bergegas pergi mengejar, dan segera menemui Rasulullah. Hingga keduanya menghadap kepada Rasulullah.Kemudian Rasulullah saw bertanya, “Inikah orang yang menolak lamaranku untuk kekasihku Julabib?” Amr bin Wahb mengakui, “Benar ya Rasul, maafkan kekhilafanku karena aku mengira ia telah berdusta.” Lanjut Amr bin Wahb, “Jika memang engkau yang memerintahkan, maka aku rela menikahkan putriku dengan pemuda dari bani Sulaim ini.”

Seketika itu Rasulullah saw. pun memimpin pernikahan Sa’ad As-Sulami (Julabib) dengan putri dari Amr bin Wahb bani Tsaqif. Kemudian Rasulullah saw. berkata pada Julabib, “Pergilah pada beberapa orang Muhajirin, datanglah kepada Abdurrahman bin Auf, Utsman dan Ali.” Maka Julabib mendatangi mereka semuanya, Abdurrahman bin Auf r.a. memberi (semacam diberi sangu/hadiah) bahkan dilebihkan, Utsman bin Affan r.a. memberi serta melebihkan, begitu pun ‘Ali bin Abi Thalib r.a. memberi bahkan melebihkan.

Julabib telah mendapatkan ratusan dirham. Kemudian ia pergi ke pasar untuk membeli mas kawin, dan beberapa pakaian untuk hadiah kepada istrinya yang belum sempat ditemui. Tiba2 terdengar seruan,“Wahai kuda-kuda Allah, bergeraklah, bergeraklah!” tanda seruan utk berjihad.
Julabib menanatap ke langit, berkata, “Ya Allah, kecantikan istriku mungkin takkan sebanding dengan kecantikan surgaMu, ku penuhi panggilan jihadMu”.

Maka Julabib mengembalikan semua belanjaannya, dan membeli baju besi dan kuda serta tameng untuk berperang dan segera dikenakannya. Ketika tiba dalam barisan, Rasul saw mulai mengabsen satu persatu setiap barisannya. Nampak Julabib yang menghindar dari pandangan Rasul saw. Mungkin Julabib khawatir jika Rasulullah mengetahui keikut-sertaannya, Rasul akan menyuruhnya pulang menemui istrinya terlebih dahulu.

Melihat perbuatan Julabib, Rasul tersenyum. Saat Julabib menyingsingkan lengannya, rupanya Beliau saw. tahu bahwa itu adalah Julabib, seorang pemuda yang baru saja menikah tetapi belum bertemu dengan istrinya. Tetapi Rasul membiarkannya. Tatkala peperangan terjadi, Julabib maju dengan bersemangat, ia bergerak dengan lincah, hantam ke kiri dan ke kanan, hingga kudanya kelelahan. Ia pun turun dari kudanya dan terus bergerak maju dan maju. Hingga akhirnya peperangan usai.

Ketika pasukan kembali dari medan jihad, Rasulullah saw bertanya, “Di mana kekasihku Julabib?”.
Para sahabat hanya saling pandang seraya bertanya-tanya siapakah Julabib yang dimaksud Rasul?
Rasulullah mengulang kembali pertanyaannya “Di mana kekasihku Julabib?” seraya berkaca-kaca. Tiga kali pertanyaan itu diungkapkan Rasul, namun tak ada seorang pun yang tahu tentang kabar dan keberadaan Julabib.

Pasukan pun kembali ke medan jihad mencari Julabib. Rupanya Julabib telah syahid. Kemudian Rasul berjalan menuju jasad Sa’ad As-Sulami (Julabib), diletakkan kepalanya dipangkuannya dan dibersihkannya dari debu dengan kain. Lantas Rasulullah saw menangis, kemudian tersenyum, dan kemudian memalingkan wajahnya yang telah memerah. Maka ditanyakanlah, “Ya Rasulullah, tadi kami melihat engkau begini, begini, dan begini (menangis, tersenyum, lalu memalingkan wajah)?”

Beliau Rasulullah menjawab, “Aku menangis karena aku akan merindukan seorang Sa’ad As-Sulami (Julabib). Kemudian aku tersenyum karena ia sudah menggenapkan separuh agamanya (nikah), hingga aku melihat ia telah berada di tepian telaga jernih yang tepiannya terbuat dari intan & permata (surga). Lalu aku memalingkan wajah karena melihat bidadari berkumpul berlarian menghampiri Julabib, sedang gaunnya tersingkap hingga aku melihat betisnya. Aku malu melihatnya, karena bidadari itu hanya milik Julabib.”
Sang Pengantin Surga pun telah syahid.

Dan penceramah itu memberikan closing dengan pertanyaan yang sangat mengejutkan, “Bapak bapak, dan para kawula muda di sini Rasulullah memalingkan muka melihat betis para bidadari tersingkap, yang saya mau tanyakan itu, apakah kalian memalingkan atau melotot? Wassalamu’alaikum”. Seketika itu ruangan penuh dengan suara salam dan tawa para hadirin.  

#30DWC7#Day20
Sukoharjo, 25 Juli 2017
14:46 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar